Recent Posts
Berlagak Pujangga
Mahluk Menyebalkan
Mahluk Menyebalkan
Sore ini, langit begitu mendung, aku terus melangkahkan kakiku menuju tempat parkir.
berharap mahluk menyebalkan itu tak turun dulu sebelum aku sampai rumah.
Setibanya di parkiran, tetes demi tetes butiran air kecil itu menabrak wajahku.
Sepertinya tak akan sempat, pikirku dalam hati. Benar saja
butiran butiran air yang jatuh itu kian membesar, dan aku harus segera mencari tempat
perlindungan.
Satu menit
kemudian, tak terelakan lagi, akhirnya mahluk itu turun juga. Orang orang
menyebutnya hujan, aku menyebutnya mahluk menyebalkan. Bagaimana tidak,
seringkali ia meghambat aktifitasku, membasahi pakaianku, dan seluruh isi
tasku. Pernah suatu ketika aku kehujanan, seluruh pakaianku basah tentunya, tak
terkecuali tas yang ku bawa juga basah. Kalau hanya pakaian sih tak mengapa.
Masalahnya tas beserta isinya juga ikut basah, ada bebera arsip penting didalamnya,
termasuk skripsi hasil revisi, buku buku yang ku pinjam dari perpustakaan juga
ikut basah. Siapa yang salah? Aahh entahlah, mana bisa aku menyalahkan hujan,
yang mungkin di nanti nantikan oleh para petani saat sawah mereka kekeringan.
aku saja yang bodoh, berani menerjang hujan tanpa perlidungan. Tapi tetap saja,
aku merasa kesal dibuatnya.
Ada
sebuah kafe kecil di sebrang parkiran sana. Tak mau kejadian sebelumnya terulang
lagi, aku memilih berlindung. Langsung saja kulangkahkan kakiku menuju kafe
tersebut.
“Bisa
pesan kopi mba?” tanyaku sambil mencari tempat untuk duduk.
“bisa
mas” jawabnya singkat sambil tersenyum ramah.
Beberapa
menit kemudian pelayan itu datang mengantar pesanan. “ini kopinya mas, selamat
menikmati”
“ia mba,
makasih”
“Sekalian
rokok nya mas?” pelayan itu menawarkan.
“oh enggak mba, makasih” sanggahku cepat.
Aku
memang suka si kafein, tapi tidak untuk nikotin. Walau kata kebanyakan orang,
tak lengkap rasanya kalau si kafein tak di sandingkan sama si nikotin. Tapi aku
tidak. Hampir semua temanku peroko. Tapi aku tak pernah sedikitpun tergoda, asapnya saja aku tak
suka, apalagi berani mencoba.
Dua menit
kemudian,orang orang mulai beradatangan, kafe yang tadinya sepi mendadak penuh.
Sepertinya mereka juga singgah hanya untuk sekedar berlindung dari hujan.
Terakhir ada seorang perempuan berhenti di depan pintu kafe. Wajahnya masih
melihat ke arah jalan, dilihat dari belakang sepertinya aku mengenalnya. namun
aku belum benar benar yakin sebelum melihat wajahnya.
Tak lama
kemudian akhirnya ia pun berbalik, lalu membukakan pintu kafe, rupanya ia juga
mencari tempat berlindung dari hujan. Mataku terus tertuju padanya, sementara
itu, ia sibuk melihat sekeliling, mencari tempat yang pas untuk duduk. Sampai
akhirnya padangan kami saling bertemu.
“Hai”
sapaku singkat.
“hai”
jawabnya pelan, penuh kecanggungan.
Ia pun
mendekat, sepertinya, memang tak ada pilihan lain, selain duduk satu meja
dengaku. Ada lima pasang bangku disana, empat bangku ditempati
pasangan muda mudi, dan satu satunya lagi, kutempati sendiri.
“boleh
duduk?” tanyanya sambil senyum, yang
sepertinya sedikit ia paksakan.
“oh boleh
dong” jawabku mengiyakan.
Suasana
kembali hening. Walau setelah sekian lama tak bertemu, berat sekali rasanya
untuk sekedar menanyakan kabar. Seperti ada rasa ego yang menghalangi. Kembali
ku seruput kopiku yang sudah agak mendingin, sedangkan ia sibuk dengan gadget
nya. Entah apa yang sedang ia lakukan, Jari jarinya lincah mengetuk huruf demi
huruf di layar handphonenya. Aku tak tau, apakah ia benar benar mengetik, atau
hanya ingin menghidariku saja.
lima
menit sudah berlalu, diantara kami berdua, tak ada yang mau memulai percakapan.
Sebenarnya, aku sengaja tak bicara dulu, hanya sekedar ingin tahu, apakah ia
mau memulai pembicaraan terlebih dahulu atau tidak. Sedikit egois memang, tapi
biarlah.
Lama
lama, aku tak tahan. Sepertinya memang harus aku yang memulai pembicaraan.
“kamu apa kabar?” akhirnya kalimat
itu keluar memecah keheningan.
“aku
baik, kamu gimana?” ia balik nanya, ia leatakan handphonenya di atas meja.
“aku baik juga. Ngomong ngomong, sibuk apa
sekarang?” tanyaku lagi
“sekarang
aku dirumah aja, minggu kemarin baru resign dari kantor”
“ohh”
reaksiku singkat dengan mulut terbuka sambil mengangguk pelan. Masih banyak
yang ingin kutanyakan sebenarnya. Tentang kerjanya apa?, di kantor mana?,
kenapa resign?, dan lain sebagainya.
“kalau
kamu gimana?” sambungnya lirih.
“aku
masih sibuk skripsi”
“lohh
masih belum selesai juga?” tanyanya
heran.
Kami satu
angkatan, kuliyah di kampus yang sama juga jurusan yang sama. Aku sedikit
banyak membantunya mendapatkan SK penelitian. Karna memang saat itu aku sudah
dapet SK dan surat izin penelitian lebih dulu, tapi itu bukan jaminan.
Sementara aku masih sibuk bimbingan. Ia sudah lulus duluan.
“udah
sih, tinggal revisi sedikit, dosennya juga udah ngejanjiin acc besok, doain aja
ya supaya cepet sidang terus bisa ikut wisuda gelombang ini.”
“iya aku
doain kok” sahutnya sambil tersenyum hangat.
Kali ini
senyumnya terlihat tulus, setidaknya tak seperti sebelumnya yang terlihat
sedikit ia paksakan. Sepertinya susuana berubah, walaupun tak sepenuhnya
kecanggungan diantara kami hilang, setidaknya atmospir dingin diantara kami
sedikit mencair.
“mau
pesen kopi? Masih suka ngopi kan?”
tanyaku lagi.
“ohh ia,
sampai luapa” jawabnnya cepat “masa
masuk sini cuma numpang berteduh doang” sambungnya lirih sambil tersenyum
kecil.
“aku
pesenin ya!” tak perlu nungu jawaban, aku langsung memanggil pelayan untuk
memesan secangir kopi lagi.
“kopinya
satu lagi mba!”
“iya mas”
pelayan itu mengangguk pelan.
Beberapa
saat kemudian, pelayan itu kembali datang mengantarkan pesanan. “ini kopinya
mba” katanya lirih, seperti sudah tahu kopi itu bukan untuk diriku.
Untuk
kedua kalinya suasana kembali hening, Masih banyak sekali kata yang ingin
sekali terucap sebenarnya. Tapi apa daya, keadaan sekarang telah berbeda,
semuanya tak sepert dulu lagi. ia kembali sibuk dengan handphonenya. Sementara
aku sibuk mencuri curi pandang wajah cantiknya. Merasa sedang diperhatikan, ia
mengangkat wajahnya, cepat cepat kualihkan pandanganku darinya.
Hujan
mulai reda. lima menit kemudian, sebuah motor berhenti di depan kafe.
Sepertinya ia datang untuk menjemput seseorang. Benar saja, perempuan di hadapanku itu bersiap untuk pergi. Ia merapikan
pakaianya, lalu memasukan ponselnya kedalam tas mungilnya, dan mengeluarkann
uang pecahan lima pulu ribuan dari dompetnya.
“ahh,
kopinya biar aku aja yang bayar sekalian”
“makasih
ya” ia kembali tersenyum, “aku duluan ya, jemputanku udah dateng soalnya.”
“Iya hati
hati”
“oh ya,
good luck ya buat sidangnya, semoga cepet wisuda”
“Iya
makasih”
Brmm... motor
itu melaju, dengan perempuan itu di jok belakngnya. aku terus memandanginya
sampai ia benar benar pergi, sampai punggung kecilnya tak terlihat lagi. Jika
hujan berhenti menyisakan genangan, ia pun pergi meninggalkan kenangan.
Kini yang tersisa
hanya tinggal aku sendiri, bertemankan sang sepi di sore yang dingin ini. Dan
disaat seperti inilah kopi menjadi begitu berarti. ia mengerti, saat segala
sesuatunya selalu datang dan pergi, ia selalu setia menemani.
People come and go
People come and go
Wisuda merupakan simbol atas berakhrinya suatu jenjang pendidikan. Walupun sejatinya ini merupakan awal dari perjuangan, perjuangan untuk mewujudkan impian dan tujuan masing masing. Pertama tama saya ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua saya, thanks for coming, thanks for your suport, and thanks for everything you have given to me. Tak lupa, alhamdulillah, puji sukur saya ucapkan atas kelulusan ini. setelah kurang lebih empat tahun (hampir lima tahun sih sebenanya) akhirnya satu tahapan terlewati. Tak ada lagi presentasi, tak ada lagi diskusi, juga tak akan ada lagi ocehan dosen yang membosankan, atau amukan dosen killer yang menakutkan, yang membuat atmospire ruangan kelas menegangkan. juga tak perlu lagi nungguin dosen pembimbing seharian buat revisi atau bimbingan skripsi. tapi mungkin itulah hal hal yang membuat kita kangen nanti. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat, ada banyak sekali ikatan yang saya buat didalamnya. Baik itu ikatan pertemanan, persahabatan, ataupun percintaan (sepertinya, yang terakhir tak pelu disebutkan). Dan tentunya, ada banyak sekali kenangan yang saya buat bersama mereka para sahabat dan teman teman seperjuangan.
Untitled
Untitled
Hai kawan, kau masih saja suka melamun sendirian?
"Ah tidak ngin, hanya sedikit kepikiran"
Katamu, dua tiga hari kedepan kau akan baik baik saja, dan sekarang sudah seminggu tapi kau masih saja bersedih.
"Sepertinya, aku butuh sedikit lebih banyak waktu ngin"
Ah sekarang kau mengertikan ? Hati itu begitu lemah. Luka yang kau derita tak seberapa, tapi tetap saja sakitnya luar biasa. dibandingkan luka orang orang yang kau sebut alay sebelumnya, yang hanya karna perempuan, berhari hari mulut tak dikasih asupan. Lukamu tak ada apa apanya.
"Ah kau datang hanya untuk menceramahiku saja ngin?"
Tidak, tidak. Hanya tak tahan melihatmu bersedih seperti ini. Kenapa tak kau manfaatkan momen sepeti ini untuk berkarya seperti biasanya? Katamu "perasaan suka, duka, maupun lara, adalah samudra inspirasi untuk berpuisi".
"Rasanya, aku ingin berhenti menulis saja ngin"
Ah kenapa? Jangan bilang karena......
"Bukan ngin, bukan karena masalah ini, lagian apa hubunganya masalah ini dengan kegiatan tulis menulisku?"
Lalu?
tak apa, aku baik baik saja
tak apa, aku baik baik saja
Hai ada apa gerangan, kenapa akhir akhir ini kau jadi lebih pendiam?
"Tak apa ngin, aku baik baik saja"
Ayolah kawan, mukamu terlihat suram, kusam tak karuan, pasti ada yang sedang kau pikirkan.
"Sudah ku bilang, aku baik baik saja. Hanya sedikit merenung."
Melamun lebih tepatnya. apa sih yang sedang kau pikirkan? soal skripsi yang lagi lagi revisi? atau...
"bukan"
lalu ?
ohhh... let me guess, ini pasti soal dia, dia yang kau sebut mahluk menyebalkan itu bukan.?
ahhh... sudah kuduga, ternyata benarkan?
"ah sudahlah ngin, aku sedang tak ingin membicarakannya."
"Tak apa ngin, aku baik baik saja"
Ayolah kawan, mukamu terlihat suram, kusam tak karuan, pasti ada yang sedang kau pikirkan.
"Sudah ku bilang, aku baik baik saja. Hanya sedikit merenung."
Melamun lebih tepatnya. apa sih yang sedang kau pikirkan? soal skripsi yang lagi lagi revisi? atau...
"bukan"
lalu ?
ohhh... let me guess, ini pasti soal dia, dia yang kau sebut mahluk menyebalkan itu bukan.?
ahhh... sudah kuduga, ternyata benarkan?
"ah sudahlah ngin, aku sedang tak ingin membicarakannya."
Kopi tanpa gula
Kopi tanpa gula
image source: http://www.wowkeren.com |
tapi kopi yang terseduh tanpa gula
lalu kau suguhkan padaku secara sengaja
bodohnya, setelah tahu itu pahit
aku tetap meminumnya
dan menikmati kepahitan disetiap seruputnya.
tapi tak apa
walau hati ini sedikit terluka
aku baik baik saja
semoga kau juga sama disana.
Jingga Diujung Senja
Jingga Diujung Senja
Barangkali aku hanyalah warna jingga di ujung senja, hadir untuk siap dilupakan, hadir untuk siap ditelan kegelapan malam.
Kopi dan Sepi
Kopi dan Sepi
Selain sepi, secangkir kopilah yang setia menemani malamku bergelut dengan skripsi yang belum juga jadi.
Kopi
Kopi
Kopi mengerti, saat segala sesuatunya selalu datang dan pergi, ia selalu setia menemani.
Perusak
Perusak
Jangan
menanyakan tuhan ada dimana
Jika
bencana merajalela
Jangan
meminta pertanggung jawaban semata
Jika
musibah melanda
Tapi
fikirkan diri kita
Apakah sudah pantas mendapatkan
semuanya
Disaat semua itu tidak ada
Kita berpoya-poya
Merusak segalanya
Menggunduli
hutan yang tak bersalah
Membuang
sampah seenaknya
Menggali
tambang tak ada habisnya
Mengikis
semua tanah yang ada
Tak pernahkah kita memikirkannya
Yang ada dalam otak kita hanya harta
Tanpa memikirkan akibatnya
Jika semua sudah terjadi
Kita baru menangis
by : Hawakibulama'a
by : Hawakibulama'a
Kamu dan Senja
Gegeloan
Gegeloan
Harlem Shake
KKN 56
Mahluk menyebalkan yang lain
Mahluk menyebalkan yang lain
Ahh secara dalam satu
kelompok itu terdiri dari beberapa orang yang berbeda, dengan fakultas dan
jurusan yang berbeda beda, berasal dari daerah yang berbeda, dan mempunyai
pemikiran dan sifat yang berbeda beda pula, ada yang pendiem, ada juga yang
nggak bisa diem, ada yang kalem, ada juga yang ganjen, ada yang nyenengin ada
juga yang nyebelin. Ahh sudahlah bukankan perbedaan itu membuat kelompok kami
lebih berwarna, nggak seru juga kan kalau semua anggota kelompoknya pendiem,
terus sebel juga kan kalau semua anggota kelompoknya nggak bisa diem, Ahhh tapi
kenapa harus ada yang nyebelin, selalu saja diantara semuanya ada satu mahluk
yang menyebalkan, yang sempat membuat kelompok menjadi sedikit kurang harmonis,
ah mungkin tidak sedikit, jadi saya sebut saja “tidak harmonis”. Ah sudahlah tak ada gunanya memikirkannya
lupakan saja MAHLUK MENYEBALKAN itu, anggap saja tidak ada. semoga saja permasalahan
ini bisa membuat kami lebih dewasa dan juga lebih bijaksana,
Fuckin Class
Blue print
lagi lagi mahluk menyebalkan
hahaha
Tak ada rotan akarpun jadi
Tak ada rotan akarpun jadi
pesantren sebuah tempat yang pastinya akan memberikan kenangan kenangan yang tak terlupakan bagi orang orang yang pernah tinggal dan menuntut ilmu didalamnyabegitu juga dengan saya, saya pun mempunyai kisah sendiri tentang pesantren. Baitul Arqom Al Islami sebuah pesantren yang terletak di desa lemburawi pacet kabupaten Bandung, itulah pesantren tempat saya tinggal dan menuntut ilmu dulu ketika MTS, bayangkan saja baru lulus SD harus tinggal terpisah jauh dari orangtua, bulan bulan awal terasa begitu berat, nyuci sendiri, mengatur keuangan sendiri, dan mengurus diri sendiri, suatu hal yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya, yah mau bagaimana lagi hidup terpisah jauh dari orangtua membuat saya harus belajar mandiri. dan akhirnya tiga tahun pertama di pesantren telah saya lalui, tiga tahun selanjutnya saya pindah ke Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Brebes, tentunya tiga tahun selanjutnya tak begitu terasa berat seperti tiga tahun pertama saya di pesantren, saya sudah terbiasa dengan segala sesuatu yang terjadi di pesantren, mulai dari kucing kucingan dengan pengurus, kena hukuman, kelaparan karna dua minggu gak punya uang, dipukul pake rotan cuma gara gara terlambat solat berjamaah atau gak ngomong bahasa arab.
yah seperrti itulah, Selama kurang lebih 6 tahun tinggal di pesantren banyak hal hal unik dan lucu yang saya temukan, yang mungkin tak akan pernah saya temukan di tempat lainnya selain pesantren, salah satunya tradisi ngantri, mulai dari mandi, makan, dan semuanya mesti ngantri, yah ini dikarenakan saking banyaknya santri, siapa cepat dia dapat, jadi itulah prinsipnya. selain itu berbagi juga merupakan tradisi lainnya kaum santri biasanya seseorang yang baru dapat kiriman dari orangtuanya akan menjadi berkah bagi teman teman satu kamarnya, seorang yang pelit jangan harap bisa hidup tentram didalamnya, saya ingat ketika lemari seseorang di ubrak abrik hanya gara gara ia selalu mengunci rapat rapat lemarinya, mengeluarkan makanan hanya ketika keadaan sepi lalu memakannya sendirian. Hal unik lainya tentang pribahasa "tak ada rotan akarpun jadi" pernahkah anda dengar seseorang makan pake pake kantong plastik atau pake tutup ember, pernahkah anda melihat seseorang mengucek kopi dengan sikat gigi, saya kira tak ada yang seperti itu kecuali santri, yah memang seperti itulah santri, tak ada rotan akarpun jadi, tak ada piring plastikpun jadi, tak ada sendok sikat gigipun jadi. jiak mengingatnya kembali selalu membuat saya tertawa sendiri.
yah mungkin hanya ini yang bisa saya tulis karna memang saya tak begitu pandai dalam hal tulis menulis walaupun sebenarnya masih banyak kisah kisahyang tak kalah unik lainnya.
yah seperrti itulah, Selama kurang lebih 6 tahun tinggal di pesantren banyak hal hal unik dan lucu yang saya temukan, yang mungkin tak akan pernah saya temukan di tempat lainnya selain pesantren, salah satunya tradisi ngantri, mulai dari mandi, makan, dan semuanya mesti ngantri, yah ini dikarenakan saking banyaknya santri, siapa cepat dia dapat, jadi itulah prinsipnya. selain itu berbagi juga merupakan tradisi lainnya kaum santri biasanya seseorang yang baru dapat kiriman dari orangtuanya akan menjadi berkah bagi teman teman satu kamarnya, seorang yang pelit jangan harap bisa hidup tentram didalamnya, saya ingat ketika lemari seseorang di ubrak abrik hanya gara gara ia selalu mengunci rapat rapat lemarinya, mengeluarkan makanan hanya ketika keadaan sepi lalu memakannya sendirian. Hal unik lainya tentang pribahasa "tak ada rotan akarpun jadi" pernahkah anda dengar seseorang makan pake pake kantong plastik atau pake tutup ember, pernahkah anda melihat seseorang mengucek kopi dengan sikat gigi, saya kira tak ada yang seperti itu kecuali santri, yah memang seperti itulah santri, tak ada rotan akarpun jadi, tak ada piring plastikpun jadi, tak ada sendok sikat gigipun jadi. jiak mengingatnya kembali selalu membuat saya tertawa sendiri.
yah mungkin hanya ini yang bisa saya tulis karna memang saya tak begitu pandai dalam hal tulis menulis walaupun sebenarnya masih banyak kisah kisahyang tak kalah unik lainnya.
Apa itu pesantren..
Apa itu pesantren..
Apa itu pesantren ? apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata pesantren ? mendapati pertanyaan seperti itu membuat saya teringat dan mengenang masa masa dulu ketika masih tinggal di pondok pesantren. Pondok pesantren, Ada yang menyebutnya “pondok” saja atau “pesantren” saja, bahkan ada juga yang menyebutnya penjara suci, mungkin hal ini dikarenakan para santri tinggal di sebuah asrama dan tidak boleh keluar lingkungan pesantren yang biasanya ada benteng atau tembok yang membatasi lingkungan tersebut, yang membuat santri merasa terkurung di dalamnya, di tambah lagi dengan adanya peraturan peraturan yang ketat dan ta’ziran atau hukuman yang berlaku.Pondok Pesantren merupakan sebuah tempat untuk belajar dan mendalami ilmu agama. Adapun kajian ilmu yang biasa dipelajari di sebuah pesantren meliputi, ilmu nahwu, sorof, fiqih, tauhid, tafsir, falak, dan lain lain.
Adapun orang yang tinggal dan menuntut ilmu di dalamnya disebut santri, santri biasanya identik dengan sarung yang merupakan pakaian sehari hari seorang santri. Pondok pesantren mengajarkan kemandirian juga kesederhanaan, seorang santri yang tinggal di pesantren membuatnya jauh terpisah dari orang tua membuatnya harus mandiri, dan mengurus diri sendiri. selalu apa adanya dan tidak berlebihan dalam semua hal mencerminkan kesederhanaannya.
Langganan:
Postingan (Atom)